Leadership

 

leadership1

leadership1

KEPEMIMPINAN ALKITABIAH

 

 

¯

Dr. S. Tandiassa, M.A.

 

Pendahuluan

Ada sebuah pertanyaan yang sangat penting tentang kepemimpinan.  Apakah pemimpin itu dilahirkan, atau diciptakan?  Pertanyaan ini telah menimbulkan berbagai tanggapan, diskusi, atau perdebatan, sampai sekarang. Pertanyaan ini bahkan telah mendorong para ahli untuk mengadakan penelitian. Ada beberapa pandangan yang dapat dikemukakan secara ringkas yaitu:

1. Pandangan Tradisional

Secara turun temurun diyakini bahwa kemampuan seseorang memimpin adalah bakat atau sifat alami yang telah diwarisi melalui kelahiran. Atau dengan kata lain, kecakapan dalam memimpin adalah anugerah alam yang dimiliki sejak lahir.

Selanjutnya, kelompok tradisional menjelaskan bahwa orang yang memang lahir dengan bakat dan sifat memimpin akan selalu menjadi pemimpin, dan akan selalu  berhasil memimpin dalam segala situasi dan kondisi. Singkatnya, kapabilitas dan kualitas kepemimpinan yang dimiliki seseorang adalah ‘gen’ (benih) yang diturunkan. Artinya, ada orang yang dilahirkan untuk menjadi pemimpin. 

2. Pandangan Kontemporer

   Kelompok masyarakat modern  berpendapat bahwa kemampuan kepemimpinan merupakan hasil dari suatu proses interaksi. Kemampuan seseorang memimpin dapat bertumbuh dan berkembang di dalam dan melalui  suatu proses pengalaman hidup bersama, melalui proses interaksi dan relasi dengan lingkungan, dan yang tidak kalah penting yaitu melalui proses waktu. 

   Dalam pengertian lain, kemampuan kepemimpinan dapat diperoleh melalui berbagai proses pengalaman, baik pengalaman-pengalaman empiris, maupun pengalaman-pengalaman indrawi. Kelompok yang  setuju dengan pendapat ini mengatakan bahwa terdapat banyak tokoh sejarah dunia yang pernah menjadi pemimpin yang sukses, setelah melalui suatu proses interaksi dan relasi dengan berbagai situasi.  Waktu dan proses yang dilalui tersebut mempersiapkan mereka untuk menjadi pemimpin-pemimpin yang tangguh dan terampil. Singkatnya, seseorang ‘dapat diciptakan’ untuk menjadi pemimpin.

3. Pandangan Biblikal

Pada satu sisi, di dalam Alkitab terdapat banyak pemimpin religius, pemimpin politik, pemimpin bangsa  yang tidak berlatar belakang lingkungan pemimpin, dan juga tidak mewarisi dinasti kepemimpinan, tetapi menjadi pemimpin-pemimpin yang berhasil. Dalam hal ini bisa disebutkan antara lain:

a. YUSUF

Yusuf bertumbuh menjadi dewasa dalam situasi dan kondisi lingkungan yang sangat buruk. Saat beranjak remaja Yusuf dibuang. lalu dijual, kemudian diperbudak, dan selanjutnya dijebloskan ke dalam penjara sebagai seorang narapidana. Tetapi kemudian setelah Yusuf melewati berbagai  situasi dan kondisi yang buruk itu, akhirnya Yusuf menjadi pemimpin yang sangat dihormati dan berhasil di Mesir. Di bawah kepemimpinan Yusuf, rakyat Mesir dapat terhindar dari kematian akibat wabah kelaparan. 

Selanjutnya Firaun berkata kepada Yusuf: “Dengan ini aku melantik engkau menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir.” Lalu Firaun menyuruh menaikkan Yusuf dalam keretanya yang kedua, dan berserulah orang di hadapan Yusuf: “Hormat!” Demikianlah Yusuf dilantik oleh Firaun menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir (Kejadian 41:41-43)

Ada dua pertanyaan penting tentang kepemimpinan Yusuf:

a.  Apakah Yusuf menjadi pemimpin yang berhasil karena ia telah melewati berbagai proses dan pengalaman hidup yang demikian?

            b. Apakah Yusuf tetap akan menjadi pemimpin yang berhasil jika ia tidak melewati proses dan pengalaman hidup seperti itu?

Jawaban terhadap kedua pertanyaan tersebut tentu akan bersifat interpretasi atau penafsiran yang individualistik. Tetapi secara fakta historis, tidak dapat dibantah bahwa Yusuf menjadi seorang pemimpin bukan karena latar belakang – keturunan – kepemimpinan.  Artinya, Yusuf menjadi seorang pemimpin bukan karena ia mewarisi gen kepemimpinan dari keluarga,  Yusuf menjadi seorang pemimpin bukan pula karena dikondisikan oleh keluarga untuk menjadi pemimpin. Bahwa Yusuf mendapatkan pelajaran dari berbagai proses dan pengalaman hidup yang dilaluinya, hal itu tidak dapat disanggah.

b. PETRUS

Setiap orang Kristen mengetahui persis bahwa Petrus hanyalah seorang nelayan. Alkitab menyebutnya orang biasa dan tidak terpelajar. Kenyataan ini diketahui secara umum oleh masyarakat waktu itu; Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus  (Kisah Para Rasul 4:13).

Akan tetapi fakta sejarah juga telah membuktikan bahwa Petrus telah menjadi seorang pemimpin jemaat perdana yang sangat disegani, baik oleh jemaat maupun oleh masyarakat Yahudi (Kisah Para Rasul 1:15; 2:14; 9:32).  Sedemikian besar pengaruh dari kepemiminan Petrus tersebut sehingga  pola kepemimpinannya dilestarikan dalam pemerintahan gereja Roma Katolik sampai sekarang yaitu dengan sistem kepausan.  Dan menurut gereja Roma Katolik, Petrus adalah Paus yang pertama.

 Pada sisi yang lain, kita juga menemukan banyak tokoh dalam Alkitab yang  menjadi pemimpin karena memang memiliki latar belakang lingkungan pemimpin, sehingga memberi kesan seolah-olah kemampuan  mereka memimpin adalah bakat bawaan sejak lahir, atau warisan. Salah satu di antaranya yang bisa disebut adalah Salomo.

Raja Salomo  putra Raja Daud – adalah seorang pemimpin Israel yang paling sukses di antara  semua raja Israel. Salomo memiliki tingkat kemampuan intelektual dan keterampilan  memimpin yang tinggi, bahkan melebihi raja-raja lainnya. Selama masa kepemimpinan Salomo, bangsa Israel mengalami kemakmuran, kejayaan, dan keamanan. Maka Salomo berkuasa atas segala kerajaan mulai dari sungai Efrat sampai negeri orang Filistin dan sampai ke tapal batas Mesir. Mereka menyampaikan upeti dan tetap takluk kepada Salomo seumur hidupnya,  sehingga orang Yehuda dan orang Israel diam dengan tenteram, masing-masing di bawah pohon anggur dan pohon aranya, dari Dan sampai Bersyeba seumur hidup Salomo (1 Raja-raja  4:21,  25)

Salomo menjadi seorang pemimpin bangsa Israel yang paling berhasil. Keberhasilan kredibilitas Salomo dalam memimpin tentu tidak dapat dipisahkan dari pengaruh dan potensi  lingkungan keluarga, atau latar belakang keluarga. Gen atau benih Daud sudah tentu sangat dominan di dalam pribadi Salomo. Di samping itu, Daud memang sudah mempersiapkan Salomo jauh-jauh hari sebelumnya, seperti yang diklaim oleh ibu Salomo, baca 1 Raja-raja 1:17. 

Ternyata Alkitab bersikap netral terhadap pertanyaan: Apakah pemimpin itu dilahirkan, atau diciptakan? Sikap netral Alkitab tersebut dapat diasumsikan mengandung beberapa beberapa maksud dan pesan bahwa:

a.        kemampuan kepemimpinan adalah anugerah dari Allah. Oleh karena itu setiap orang memiliki kesempatan dan kemungkinan yang sama untuk menjadi pemimpin.

b.       bakat kepemimpinan yang dibawa sejak lahir, harus tetap dilihat dalam bingkai anugerah Allah, karena Allah adalah sumber segala sesuatu.

c.        setiap orang memiliki potensi  untuk menjadi seorang pemimpin, karena di dalam diri setiap orang terdapat sifat-sifat atau potensi-ptensi Ilahi. 

d.       setiap orang dapat menjadi pemimpin apabila ia diberi kesempatan, dan mau belajar atau melengkapi diri dengan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang kepemimpinan.

Sebagai seorang yang mengimani Alkitab sebagai Firman Allah, kita tentu  akan mempercayai konsep Alkitab tersebut di atas.

 

Yesus adalah seorang Pemimpin

Pembahasan mengenai kepemimpinan alkitabiah di sini akan menampilkan Yesus sebagai figur pemimpin yang sempurna. Konsep serta pola atau gaya kepemimpinan Yesus sangat sempurna, dan selalu dapat disesuaikan dengan segala zaman, dapat diterima di setiap konteks budaya, dan dapat diaplikasikan oleh setiap orang dalam semua tingkatan sosial. Oleh karena itu, kepemimpinan Yesus layak dijadikan pola atau contoh dalam setiap aspek kepemimpinan.     

   Dilihat dari sudut pandang teologis Yesus Kristus   adalah seorang pemimpin dalam pengertian yang sesungguhnya. Rasul Petrus melihat dan mengagumi Yesus sebagai pemimpin   kepada hidup, dan pemimpin yang menyelamatkan; Demikianlah Ia, Pemimpin kepada hidup, telah kamu bunuh, tetapi Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati; dan tentang hal itu kami adalah saksi (Kisah Para Rasul  3:15) Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan tangan kanan-Nya menjadi Pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat bertobat dan menerima pengampunan dosa (Kisah Para Rasul  5:31). 

Beberapa ahli kepemimpinan Kristen sepakat bahwa Yesus Kristus adalah seorang pemimpin yang memiliki kewibawaan yang sangat kuat. Konsep, pola, dan nilai-nilai kepemimpinan Yesus telah mempengaruhi bahkan telah mengubah banyak konsep kepemimpinan di seluruh dunia. Di bawah ini dikutip beberapa pernyataan para pakar kepemipinan Kristen:

Laurie Beth Jones, menyatakan bahwa Yesus adalah Chief Executive Officer – yaitu pemimpin tertinggi dalam sebuah perusahaan – berdasarkan dua kenyataan yaitu: 1)Yesus melatih dua belas orang yang kemudian mempengaruhi dunia. 2) Yesus melaksanakan tugas-tugasnya bersama staff yang secara manusiawi sangat diragukan, tetapi berkat pelatihan yang diberikan oleh Yesus, mereka berhasil merampungkan tugas-tugas mereka dengan baik.

Ken Blanchard dkk,  menyatakan bahwa Yesus adalah   pemimpin yang memiliki keahlian memimpin yang tiada taranya. Kepemimpinan Yesus sudah menjadi model kepemimpinan yang terbaik sepanjang waktu.

Malcolm Ranjith,  mangatakan bahwa Yesus adalah seorang pemimpin besar, dan bagi kita orang Kristen, Yesus adalah contoh peran kepemimpinan Kristen. Orang-orang yang tidak beriman sekalipun, kalau ia membaca catatan Injil tentang hidup, pelayanan, dan perbuatan-perbuatan Yesus, akan merasa tertantang untuk mencapai kepemimpinan yang benar dan efektif, kuat dan terhormat seperti Yesus.  

Kepemimpinan dalam perspektif Yesus.

Kepemimpinan yang dibangun berdasarkan nilai-nilai moral Alkitab, sudah tentu harus menempatkan Yesus Kristus sebagai guru dan teladan dalam kepemimpinan. Yesus harus diposisikan sebagai sumber utama gagasan, konsep, dan model kepemimpinan. Pangajaran-Nya – Alkitab – dan perbuatan-perbuatan-Nya harus menjadi acuan dan dasar, baik dalam membuat membuat konsep kepemimpinan maupun menjalankan kepemimpinan. Yesus menggunakan beberapa istilah yang bersifat praktis untuk menjelaskan konsep dan nilai-nilai kepemimpinan-Nya, tetapi dalam penyajian ini, hanya tiga istilah yang akan dijelaskan:

a. Gembala 

Menurut Yesus pemimpin adalah seorang gembala. Di  dalam dan melalui konsep kepemimpinan gembala, Yesus menjelaskan bahwa sama seperti sikap dan tanggung jawab gembala terhadap domba-dombanya, demikian pulalah sikap serta tanggung jawab seorang pemimpin terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Yesus telah menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan gembala sepanjang masa pelayanan-Nya di dunia. Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya;  sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu.  Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku (Yohanes 10:11-14).  

Melalui pernyataan dalam ayat-ayat  ini, Yesus mau menekankan beberapa prinsip yang harus disadari oleh semua pemimpin Kristiani: 

a.        Seorang pemimpin – gembala – harus bersedia kehilangan ‘hidupnya’ atau hak-hak istimewanya demi kesejahteraan hidup orang-orang yang dipimpinnya, dan bukan sebaliknya, mengambil hak-hak, atau memeras tenaga bawahannya demi kesejahteraan hidup sang pemimpin.

b.       Seorang pemimpin – gembala – menjalankan tugasnya,   jangan dengan harapan mendapatkan upah atau imbalan demi kehormatan dirinya. Sebaliknya seorang pemimpin harus siap untuk  menjadi pembela, pelindung bagi bawahannya, bahkan jika hal itu berarti sang pemimpin harus mengorbankan posisinya.  

c.        Seorang pemimpin – gembala – harus mampu mengenal kebutuhan-kebutuhan mendasar dari bawahannya, dan rela mempertaruhkan hidupnya demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. 

Kepemimpinan gembala adalah pola kepemimpinan yang berorientasi pada usaha meningkatkan kesejahteraan bawahan atau domban-domba. Kepemimpinan gembala lebih memprioritaskan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan, kesejahteraan, kemapanan, dan rasa aman hidup orang lain dari pada diri pemimpin itu sendiri. Gambaran kepemimpinan gembala  diungkapkan oleh pemazmur secara lengkap dalam (Mazmur 23:1-6)  

b. Pelayan.

Bagi Yesus, kepemimpinan adalah pelayanan, memimpin adalah melayani. Dengan kata lain, seorang pemimpin adalah seorang pelayan. Perhatikan pernyataan konsep Yesus ini:    Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; (Matius 20:25-27).

Melalui pernyataan tersebut, Yesus mengungkapkan tiga  prinsip kepemimpinan yang sangat penting bahwa:

a.        pemimpin dunia mengejar status dan pangkat, dalam menjalankan kepemimpinan  bersikap memerintah, menggunakan kekuasaan,  kekerasan, cenderung otoriter atau diktator. Tetapi dalam kepemimpinan Yesus, pemimpin turun menjadi hamba, mengambil posisi di belakang, melayani, menyediakan kebutuhan bawahan, mengangkat, membimbing, dan merawat. 

b.       kemuliaan dan kehormatan pemimpin rohani tidak terletak pada posisi, pangkat atau jabatan yang ia milik, dan kewibawaannya juga tidak dilihat dari sejauh mana ia dapat memerintah, menguasai, dan membuat bawahannya tunduk. Kehormatan dan kewibawaan pemimpin rohani justru terletak pada seberapa dalam ia mau merendah dan mengesampingkan posisi, pangkat, atau jabatannya  untuk melayani bawahannya yang paling rendah. 

c.        pemimpin rohani bukanlah seorang yang duduk di atas kursi jabatan memegang tongkat komando dan memerintah setiap saat sambil menuntut  penghormatan dari umatnya. Pemimpin rohani bukanlah seorang yang memegang palu kekuasaan yang selalu siap membuat keputusan dan hukuman bagi bawahannya.  Tetapi seorang  pemimpin rohani adalah seorang yang selalu siap  untuk kehilangan hak-haknya, kehilangan harga diri, kehilangan kenikmatan dan kesenangan hidup karena melayani demi mengangkat martabat hidup bawahannya.  

Konsep pemimpin sebagai pelayan sudah lebih dahulu diaplikasikan oleh Yesus dalam pelayanan-Nya. Dia menegaskan demikian:  sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Matius 20:28).

Anthony D’Souza, melihat kepemimpinan Yesus memiliki keunggulan tersendiri, karena Ia mampu memberdayakan orang. Pemberdayaan tersebut dilakukan melalui teladan, bimbingan, kepedulian, pemahaman, kepekaan, kepercayaan, apresiasi, dorongan semangat, penguatan, dan visi bersama. 

 

c. Hamba

Istilah ketiga yang digunakan Yesus untuk konsep kepemimpinan-Nya adalah hamba. Konsep ini dapat didefinisikan bahwa seorang pemimpin adalah seorang hamba, dan memimpin berarti menghambakan diri. Konsep  pemimpin sebagai hamba dipraktekkan oleh Yesus secara langsung dengan cara membasuh kaki murid-murid-Nya. Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah baskom, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu. Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka, “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu (Yohanes 13:4-5, 12)   

Dengan membasuh kaki murid-murid-Nya, Yesus mau mengungkapkan prinsip-prinsip penting yang harus dipahami dan diaplikasikan oleh semua pengikut-Nya dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinan yaitu:

1.        Seorang pemimpin rohani memiliki tugas  serta kewajiban untuk selalu melayani umat atau bawahannya, dan bukan sebaliknya, pemimpin selalu menuntut kewajiban dari umat dan bawahannya untuk melayani pemimpin. Dalam hal ini inisiatif untuk melayani bawahan harus selalu muncul lebih dahulu dari seorang pemimpin.

2.         Seorang pemimpin rohani  harus lebih dahulu menunjukkan rasa hormat dan penghargaan kepada umat atau bawahannya, sementara sang pemimpin itu sendiri tidak perlu mengharapkan penghargaan dan hormat dari umat atau dari bawahannya, walaupun kenyataannya sang pemimpin telah berjasa dalam menolong bawahannya.

3.        Nilai kehormatan, kemuliaan, dan keagungan seorang pemimpin  terletak pada sikap rela menjadi hamba, merendah untuk melayani umat atau bawahannya, dan bukan pada cara kepemimpinan  yang bersifat memerintah dengan otoriter, sambil menjaga jarak dari bawahannya.   

Dengan memposisikan diri sebagai hamba, seorang pemimpin akan mampu mempengaruhi seluruh bawahannya, dan pada akhirnya, spirit saling melayani, saling menghormati, dan saling mengangkat akan bertumbuh dan membudaya di dalam diri setiap anggota.  

Konklusi

Setiap orang percaya memiliki kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin. Apapun latar belakang seseorang yang mau menjadi pemimpin, ia harus bersedia belajar dan melengkapi diri dengan pengetahuan dan keterampilan untuk memimpin.

   Dalam perspektif Yesus, kepemimpinan bukanlah suatu posisi di mana seorang pemimpin duduk untuk menikmati penghormatan, penghargaan, sanjungan dari umat atau bawahannya, melainkan suatu posisi di mana seseorang harus selalu siap untuk berada di posisi  yang paling rendah dan yang paling belakang. Dalam menjalankan tugas kepemimpinan, seorang pemimpin jangan pernah mengharapkan imbalan, atau penghasilan untuk menjadi kaya, tetapi sebaliknya, pemimpin harus siap untuk melepaskan semua yang ada padanya demi mengangkat umatnya. Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya (2 Korintus 8:9)

Bagaimana Anda menjalankan kepemimpinan?

Tinggalkan komentar